Keluargaku |
Istri : Hudiyanti. Anak-anak : Afifa Nahda Rafanda (07-07-1999), Muhammad Zhafran Aqila (03-06-2002) & Muhammad Zhillan Abiyyu (28-01-2005) |
K-Link |
Bersama K-Link, Anda akan memperoleh : Kesehatan, Uang & Waktu |
|
Kenali 7 Hambatan Menjadi Kreatif |
Wednesday, September 26, 2007 |
Oleh M. Tri Agustiyadi, S.Komp, MM
Dalam sebuah group diskusi untuk merumuskan kembali nilai-nilai budaya kerja BNI (revitalisasi budaya kerja), peserta yang dibagi dalam 3 kelompok memunculkan nilai profesionalisme sebagai salah satu nilai budaya kerja yang harus dimiliki oleh setiap insan BNI. Salah satu prilaku dari profesionalisme adalah bertindak kreatif. Sadar atau tidak, kita terkadang terbelenggu oleh sikap yang membuat kita tidak dapat menampilkan kreatifitas kita.
Kreatifitas bukan saja milik seniman, kretaifitas bisa dimiliki oleh siapa saja, namun seringkali kita mengahdapi kesulitan untuk menggali potensi yang ada di dalam diri kita, sehingga kita tidak optimal dalam menjalankan tugas sehari-hari. Menjadi kreatif sebenarnya tidaklah sulit, kalau kita mau dan mampu mengenali faktor-faktor penghambat diri kita menjadi kreatif.
Dalam bukunya, Creativity in Business, Carol K Bowman, membeberkan 7 hambatan yang dapat menghambat munculnya kreatifitas diri kita, yang mudah kita kenali. Dengan mengenali 7 hambatan tersebut, diharapkan kita dapat memunculkan kreratifitas, baik dalam mengerjakan tugas-tugas pekerjaan di kantor maupun dalam kehidupan bermasyarakat. Berikut 7 hambatan tersebut :
Rasa Takut Banyak orang sudah merasa nyaman dalam menyelesaikan pekerjaan dengan memakai cara yang sudah digunakan selama ini, walaupun cara tersebut tidak efektif. Mengapa rasa takut itu selalu muncul. “Saya takut gagal. Kalau saya gagal, saya pasti disalahkan dan dimarahi oleh atasan”, begitulah alasan mengapa orang merasa takut untuk mencoba cara baru. Rasa takut tersebut dapat membelenggu sesorang untuk memunculkan kreatifitasnya. Padahal jika kita telah mempertimbangkan dengan matang dampak dari setiap tindakan yang kita ambil, tentunya kita tidak perlu takut untuk mencoba cara yang baru. Apalagi dampak yang ditimbulkan masih dalam batas yang wajar dan masih dapat ditoleransi, sehingga dapat diantisipasi. Dengan demikian maka inisiatif yang kreatif untuk mendapatkan hasil yang lebih efisien dan efektif, tentunya layak dicoba.
Rasa Puas Mengapa harus mencoba sesuatu yang baru, kalau cara yang selama ini digunakan sudah cukup aman? “Saya sudah sukses, lalu apalagi yang harus saya cemaskan?”, begitulah alasan mengapa orang tidak mau ntuk mencoba cara baru. Ternyata bukan hanya masalah yang menjadi hambatan untuk menjadi kreatif. Kesuksesan, kepandaian dan kenyamanan pun bisa menjadi hambatan. Orang yang sudah puas akan prestasi yang diraihnya, akan menjadikan ia merasa nyaman dengan kondisi yang dijalani sehingga membutakan mereka untuk kreatif mencoba hal yang baru, belajar sesuatu yang baru, ataupun menciptakan sesuatu yang baru. Rasa bangga dan rasa puas menjadikan orang tidak terdorong untuk menciptakan inovasi. Kita jangan sampai lupa bahwa pesaingpun tidak akan tinggal diam. Mereka akan selalu mencari cara menjadi lebih baik dari sebelumnya. Oleh karena itu, kita harus pandai-pandai memotivasi diri untuk terus menjadi lebih baik, tidak terlena oleh prestasi yang telah diraih.
Rutinitas Tinggi “Mencoba cara baru? Aduh, mana sempat? Pekerjaan rutin saja tidak ada habis-habisnya.” Kalimat tersebut sering kita dengar. Rutinitas telah menjadi hambatan untuk memanfaatkan kemampuan kita untuk berpikir kreatif. Ada baiknya kita menyisihkan sedikit waktu khusus untuk memenuhi kehausan kita akan kreatifitas, misalnya dengan membaca satu buku setiap minggu, atau dengan memperluas lingkungan sosial melalui keikutsertaan dalam perkumpulan-perkumpulan di luar pekerjaan. Siapa tahu, kita bertemu dengan orang-orang yang dapan menjadi inspirasi untuk bertindak kreatif sehingga dapat mendukung kesuksesan kita.
Kemalasan Mental Untuk mencoba hal baru berarti kita harus belajar terlebih dahulu. “Sulit, terlalu banyak yang harus dibaca dan dipelajari, biar orang lain saja yang belajar dan kita mengikuti saja. Sekarang saja sudah banyak yang harus dipikirkan, bagaimana sempat memikirkan cara baru yang bukan tugas saya? Biar atasan saja yang memikirkannya”. Pemikiran diatas merupakan beberapa contoh kemalasan mental yang menjadi hambatan untuk berpikir kreatif. Tak heran jika orang yang malas menggunakan kemampuan otaknya untuk berpikir kreatif seringkali tertinggal dalam karir dan prestasi kerja oleh rekannya yang tidak malas mengasah otak guna memikirkan cara baru yang lebih efisien dan efektif.
Hambatan Birokrasi Kebosanan menyampaikan ide, karena ide yang pernah disampaikan tidak memperoleh tanggapan sebelumnya. Kita sering mengeluh karena ide atau usulan tidak ditanggapi. Mungkin karena tanggapan lambat diberikan atau proses pengambilan keputusan yang lama, bisa juga karena proses birokrasi yang berliku-liku. Kondisi ini memang sering mematahkan semangat orang untuk berkreasi atau keinginan orang untuk menyampaikan perbaikan. Bagi atasan, lakukan perbaikan terhadap proses komunikasi yang ada, hilangkan proses birokrasi yang berlebihan. Jangan pelit terhadap pujian, bila memang ide yang disampaikan itu ada sisi baiknya, ucapkan terima kasih atas keberanian orang yang menyampaikan ide ata masukan. Hal ini akan memelihara iklim yang kondusif dalam jangka waktu panjang.
Terpaku Pada Masalah Kegagalan, kesulitan, kekalahan atau kerugian memang menyakitkan. Tetapi bila kita terpaku pada masalah, usaha kita untuk memperbaiki ataupun mengatasi masalah tersebut akan terhenti. Pandanglah masalah sebagai peluang, maka dengan adanya masalah kita akan secara aktif memikirkan peluang-peluang yang dapat kita lakukan untuk memperbaiki kondisi yang ada sekarang. Dengan adanya masalah, kita memiliki peluang untuk melakukan hal yang lebih baik, melakukan hal yang berbeda untuk mendapatkan hasil yang berbeda. Dengan demikian kita akan terdorong untuk bersikap kreatif agar dapat menemukan cara lain yang lebih baik, lebih cepat dan efektif.
Stereotyping Lingkungan dan budaya di sekitar kita membentuk opini atau pendapat umum terhadap sesuatu (stereotyping). Hal ini bisa juga menjadi penghambat dalam berpikir kreatif. Misalnya saja pada zaman Kartini : masyarakat menganggap bahwa sudah sewajarnyalah jika wanita tinggal di rumah saja, tidak perlu pendidikan tinggi dan hanya bertugas untuk melayani keluarga saja tanpa perlu berkarir di luar rumah. Apa jadinya jika wanita-wanita hebat seperti Kartini, Dewi Sartika, Cut Nyak Dien menerima saja pandangan umum yang berlaku di masyarakat saat itu? Mungkin Indonesia tidak akan pernah menikmati kekayaan pemikiran mereka. Keterlibatan mereka mengenyampingkan steretyping menjadikan wanita memberikan sumbangan pandangan secara profesional terhadap perkembangan bangsa.
Kreatifitas bukanlah satu-satunya yang menunjang kesuksesan. Namun orang yang memiliki dan dapat mengoptimalkan kreatifitas mampu menggeser peranan mereka yang tidak mengembangkan atau memanfaatkan kreatifitas. Untuk itu, kenali hambatan yang menjadikan Anda tidak dapat berpikir kreatif, atas dan ambil tindakan untuk mengasah kembali kreatifitas Anda. Ibarat intan, kreatifitas semakin diasah akan semakin berkilau.Labels: Tulisanku |
posted by Agustiyadi @ 9:06:00 AM |
|
|
|
About Me |
Name: Agustiyadi
Home: Jakarta, Jakarta, Indonesia
About Me:
See my complete profile
|
Previous Post |
|
Archives |
|
Links |
|
Powered by |
|
|