Monday, September 10, 2007

Membangun Budaya Pelayanan

Oleh : M. Tri Agustiyadi, S.Komp, MM


Dengan makin maraknya persaingan di dunia perbankan, menyebabkan berbagai strategi telah dilakukan oleh pihak bank dalam rangka menarik minat masyarakat untuk menjadikan nasabahnya. Persaingan perbankan pada beberapa tahun yang lalu, hanya berkisar pada strategi penawaran berbagai variasi produk bank, seperti tabungan dan deposito berjangka dengan suku bunga yang menarik serta fasilitas-fasilitas lainnya.
Setelah masalah produk, persaingan semakin meningkat dengan adanya undian berhadiah atau pemberian hadiah-hadiah langsung kepada nasabah. Hal ini menunjukkan bahwa dunia perbankan sangat kompetitif dalam menarik minat masyarakat dan mempertahankan atau meningkatkan hubungan bisnis dengan para nasabahnya.

Kini, sebagian besar nasabah tidak lagi tertarik dengan bank-bank yang menawarkan berbagai macam hadiah, yang menjadi pilihan mereka adalah bank yang aman dan sehat. Tetapi apakah hanya aspek aman dan sehat saja yang menjadi pertimbangan utama mereka dalam memilih bank?

Memang citra bank yang aman dan sehat menjadi prioritas nasabah dalam memilih bank, tetapi selain itu ada prioritas lain yang tidak kalah penting, yaitu kualitas pelayanan (Quality of Service). Untuk itu bank dituntut untuk bekerja efektif dan efisien agar dapat memberikan kualitas pelayanan yang baik kepada nasabahnya.
Dapat dikatakan, pelayanan merupakan kemasan jasa, sedangkan kualitas pelayanan merupakan pembentukan citra (image building). Untuk itu, media promosi paling bagus untuk menarik orang-orang datang ke bank komersial ialah pelayanan kepada para nasabah. Tingkat pelayanan bank dapat memicu budaya jual agar pemasaran bank dapat lebih berhasil.

Agar bank komersial bisa meraih sukses, budaya pelayanan yang berkualitas harus dibangun dan ditingkatkan di semua level serta dijadikan citra dan reputasi bank yang bersangkutan. William C. Sarsfield, seorang pengajar di Golden Gate University (1999), menyebutkan bahwa kualitas pelayanan merupakan salah satu dari enam indikator penting (bahan baku) bagi terbentuknya sebuah bank komersial yang sukses. Enam indikator yang dimaksud William, yaitu empathy, customer focus, product pull, quality, management control, dan rewards atau ingredients of a successful commercial bank.

Membangun sebuah budaya pelayanan merupakan tantangan tersendiri yang harus dihadapi bank. Memang, tak mudah mengubah budaya pelayanan yang telah melembaga pada sebuah organisasi atau perusahaan besar. Sekalipun dengan menyewa seorang chief executive officer (CEO) baru. Pada level pekerja, misalnya, meskipun gaji telah dinaikkan, ini bukan berarti, corporate culture ikut berubah dengan sendirinya.
Karena itu, terminologi seperti service excellence, quality service, dan service culture harus selalu jadi pegangan kalangan bisnis perbankan. Hal ini tidak bisa dihindari oleh seluruh jajaran pekerja organisasi bank besar. Bahkan, top management sekalipun.

Membangun dan meningkatkan budaya pelayanan yang baik, terutama pada organisasi bank besar, tidak bisa dilakukan dalam waktu singkat. Kualitas pelayanan sangat penting dan harus terus ditingkatkan karena sangat identik dengan keberadaan lembaga atau organisasi yang bersangkutan. Pelayanan bank yang buruk, misalnya, akan memperburuk pula citra bank yang bersangkutan di mata nasabahnya. Sebaliknya, pelayanan yang baik akan mempercantik citra dan reputasi bank tersebut di kalangan nasabahnya. Karena itu, dapat dikatakan, pelayanan merupakan bagian terdepan (front end) dari suatu kegiatan penjualan (selling). Pelayanan pula yang pada gilirannya akan mempengaruhi besar kecilnya pendapatan bank tersebut.

Bagaimana budaya pelayanan (service culture) terhadap nasabah, terutama di industri perbankan dapat dibangun? Menurut Adriansah (2003), budaya adalah nilai-nilai atau norma-norma yang dianut suatu kelompok. Karena merupakan nilai, sebagai perusahaan yang kegiatan utamanya di bidang jasa, bank seharusnya memperhatikan dan terus mempertahankan kualitas pelayanan agar citranya terus membaik di mata pelanggan. Bank seyogianya mengetahui keinginan dan kebutuhan para nasabahnya.

Kepuasan nasabah akan terwujud karena kualitas pelayanan yang baik. Menurut Brown et al (1991), kualitas pelayanan (service quality) adalah suatu konsep yang terintegrasi di antara semua aktivitas dan proses yang menggantikan pekerjaan rutin. Pekerjaan rutin yang dimaksud bersifat administrasi yang sering kali kaku dan kurang dinamis.

Sementara, menurut Edvardsson, Thomasson, dan Ovretveit (1994), seharusnya kualitas pelayanan adalah pemenuhan ekspektasi dan kebutuhan nasabah, staf, dan pemilik. Kualitas layanan yang baik akan tercipta manakala nasabah, staf, dan pemilik sudah merasa puas. Hal yang disebutkan terakhir ini merupakan indikator bahwa kegiatan internal marketing telah berjalan dengan baik.

Pendekatan Manajemen
Prinsip pendekatan manajemen diharapkan dapat menjadi media untuk :
1. Mengetahui kebutuhan dan kemauan para karyawan.
2. Memotivasi karyawan.
3. Menawarkan insentif yang berguna kepada para karyawan.
4. Meningkatkan etos kerja positif.
5. Melatih karyawan memahami kekuatan produk-produk internal bank agar lebih familiar (terbiasa), sehingga mereka dapat mempromosikannya dengan baik kepada pelanggan.
6. Membantu karyawan agar memiliki budaya pelayanan dengan pelbagai pengalaman yang mendalam (memorable event), sehingga bank dapat menjanjikan pelayanan terbaiknya kepada nasabahnya.

Hakikatnya, prinsip pendekatan manajemen adalah seni yang digunakan untuk menggugah kepedulian dan kepercayaan seluruh karyawan bank, di samping membuat karyawan selalu berantusias terhadap setiap ide, gagasan baru, serta segala inisiatif.
Sulit diharapkan bahwa karyawan -termasuk frontliner- akan memberikan pelayanan yang baik terhadap nasabah bila pimpinannya sendiri tidak memberikan rasa nyaman kepada karyawannya. Pemberdayaan karyawan sebaiknya dilakukan pada beberapa aspek, antara lain, kejujuran (honesty), kepedulian (care), rasa hormat (respect), kesamaan (equality), kerja-sama (teamwork), pengakuan (recoqnition), dan kepercayaan (trust).
Agar proses peningkatan budaya pelayanan pada internal perusahaan dapat terwujud, solusi pendekatan seyogianya didasarkan pada sistem yang memiliki arti dari aspek-aspek di atas. Dilandasi dengan komitmen manajemen dan pemilik bank untuk selalu berkomunikasi interaktif, berpikiran positif, dan mengembangkan teamwork, niscaya dapat diketahui bahwa karyawan telah mendapat kemampuan, kepercayaan, pengakuan, kesamaan bertindak, dan kebanggaan akan corporate brand serta product brand.

Proses peningkatan budaya pelayanan dan budaya jual pun lebih cepat terwujud. Manajemen bank dapat menjual ide, gagasan, dan inovasi kepada seluruh karyawannya atas corporate brand image, sehingga budaya pelayanan dan budaya jual yang telah terbentuk selalu mengalir dan menjadi pedoman bekerja setiap karyawan.
Harus diakui, proses pemahaman budaya pelayanan di lingkungan internal bank merupakan bagian yang tidak terpisahkan dengan kegiatan pemasaran (internal marketing). Untuk mendapatkan nasabah yang setia, sudah saatnya jika bank-bank membenahi loyalitas karyawannya terlebih dahulu. Apa pun bentuknya. Mungkin, bank nantinya tidak hanya menekankan pada pelayanan prima (service excellence), tetapi juga yang dapat memberikan pengalaman tersendiri di mata para nasabah.

No comments:

Post a Comment